01 - Si Kaki Mungil

Adakah yang ingin kembali pada masa kecilnya?
Jika iya, maka sama halnya dengan Elisa. Dia merindukan masa kecilnya. Dia dibesarkan di pondok tua, letaknya di tepi sungai dan dikelilingi pohon rindang. Teduh, nyaman, dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan.

Ketika pagi, embun menyapa dengan udara sejuknya. Ketika malam, hening datang bersama angin dinginnya. Namun tetap tidak mengubah kehangatan yang terus memeluk pemilik pondok tua yang tak lain adalah kakek dan nenek Elisa.

Benar, Elisa lahir dan menikmati masa kecilnya disana. Masa yang begitu memanjakan dia dengan banyak kasih sayang dari orang-orang tercinta.

Suatu ketika, ia pergi menyusuri sungai kecil, ia menemukan seekor kelinci sedang memakan dedaunan hijau dengan lahapnya. Ketika dia mendekatinya, kelinci itu berlari mendekati kaki mungil yang lain.

"Dia..." Elisa bergumam dalam hati kecilnya sambil memasang senyum manisnya.
Tentu saja ia mengenal siapa si kaki mungil itu. Seorang anak laki-laki yang tiap hari ia temui untuk bermain dan menghabiskan hari hingga senja menyapa.

"Mau kau makan kelinciku Sa?" Tanya anak lelaki itu sambil tersenyum sedikit tertawa.
"Untuk apa aku memakannya? Sejak kapan kamu punya kelinci?"
"Kamu tu yah, kebiasaan. Ku tanya malah balik tanya. Aku baru membelinya akhir pekan lalu. Ini hadiah untukmu" jawab anak lelaki sambil menggendong dan menyerahkan kelinci itu pada Elisa.
"Untukku? Kamu bercanda?" Elisa tak percaya.
"Ya sudah kalau kamu gak mau, jangan salahkan jika di ulang tahunmu besok aku tidak membawa hadiah untukmu" ledek si anak lelaki sambil menjulur lidahnya kemudian berlari menjauhi Elisa.
"Tunggu..." Elisa baru tersadar bahwa besok adalah ulang tahunnya, lalu ikut berlari menyusul si anak lelaki.
Hingga akhirnya mereka berdua tiba di tempat favorit mereka untuk bermain.


Elisa langsung terduduk, ia kelelahan berlari. Anak lelaki itu mendekatinya dan memberi kelinci putih yang sudah dimasukkan dalam kandang merah muda.
"Ini kelincimu, dia ku beri nama Rubby. Jangan lupa diberi makan, cukup dua kali pagi dan sore. Setiap makan dua sampai tiga wortel atau bisa diganti dengan sayuran juga tak apa", begitu pesannya.
"Ck, cerewet sekali. Memangnya siapa yang mau repot merawat si Rubby ini"
"Kau sungguh tak mau?"
"Tentu saja aku mau"
"Dasar plin plan"

Selanjutnya mereka bermain hingga senja.

🐣🐣🐣



Hari berganti, Elisa terbangun dari tidurnya. Duduk sejenak kemudian turun dari ranjang kecilnya menuju kamar mandi untuk bersiap membersihkan diri.
Setelah selesai, ia pergi ke lantai bawah menuju dapur dan menemukan sang bunda sedang menyiapkan kue ulang tahun untuk dirinya.


"Selamat ulang tahun, putri kecil bunda. Tumbuh sehat dan bahagia ya. Love you"
"Terimakasih, bun. Love you more"
Sekilas kebahagiaan kecil yang diterima saat pergantian usia yang menunjuk ke angka 11. Elisa sudah terbiasa dengan kejutan kue ulang tahun yang diterima setiap bertambahnya usia.


"Bun, Lisa pergi dulu yah.." pamitnya sambil mengunyah sandwich buatan sang bunda.
"Mau kemana nak? Habiskan dulu susumu"
"Ke rumah sebelah bun, sebentar kok. Cuma mau tengok si Rubby"
"Rubby sudah ada di teras nak, subuh tadi diantar. Karena tetangga jam 7 tadi sudah pergi ke LA."
"Hah, LA?"
"Iya nak, mereka akan menetap disana karena om Haris dipindah tugaskan oleh kantornya. Kamu belum tau?"
"Yang benar saja, dia tidak bilang apa pun padaku bun. Tega sekali dia, hiks hiks." Air mata mulai membanjiri pipi merah Elisa. Dia bahkan tidak membiarkanku mengucapkan selamat tinggal padanya (batinnya)


Dia yang menemani langkah kaki kecilku, dia yang selalu ku rindukan, dia yang banyak mengambil perhatianku, dia yang membuatku banyak bertanya "Sedang apa dia disana?" Mungkinkah dia mengingatku sebagai bagian masa kecilnya? Ataukah aku yang terlalu banyak berangan tentang indahnya akhir sebuah cerita?

Dia 

Komentar